PUISI 

Percakapan di Stasiun, Selesai Subuh Pagi Itu

Puisi-puisi Isbedy Stiawan ZS _____________________________________________________________________

 

PERCAKAPAN DI STASIUN,
SELESAI SUBUH PAGI ITU

sebaiknya tunggu tak lama aku
menjemput, katamu lewat
telepon genggam. pagi berkabut
dan sedikit gerimis. lanjutmu,
hanya lima menit aku berkemas
lalu menemuimu di pagi dingin
dan lamur

sebaiknya kubawa kau memutari
kota ini. pagi berkabut dan rinai
hujan menyambutmu juga. tubuh ini
nanti akan membuatmu hangat;

“matahari memberi rasa lain,
nanti jika datang seperti kemarin.”

desember selalu basah, nyanyian
hujan yang membuat kita riang
“berhangat di depan api
atau di dalam selimut
pembaringan.”

setelah itu kota warnawarni

2020/2021

 

ANAKANAK BERMAIN

anakanak itu tahu mana riang
mana garang. dipetiknya dedaun
dekat langit. ia ciptakan burung
maka terbang menghampiri masjid

saatnya kita bermain dalam puisi,
kata burung, seraya meluruhkan
biji di tanah subur. kelak kalian
nikmati buahnya

senikmat buah yang pernah dimakan
ibu bapakmu. dari katakata di taman
kalimat dan hutan yang berbaris
sebelum sepasang kekasih itu pergi

sebelum tanah ini akhirnya penuh
dan sesak. lalu burungburung itu
mengitari kubah masjid, menulis
alamat untukmu buru nanti. anakanak
yang tidak henti bersenang

dalam puisi

aku hanya membuka jalan
aku cuma menunjuk taman
kelak akan disinggahi

maka catat dan ingat
jalan itu

 

 

ATAS NAMA MALAM

atas nama malam
kupanggil para pejalan
“pulanglah, rumah dan
sunyinya akan menidurkanmu
dengan tenang.”

pada jalan yang benderang
kusebut segala riuh
“tenanglah, ajak mereka
agar mencintai rumah
segala melelapkan resah.”

ah! atas nama malam
tak ada yang bisa mengubur
para pejalan kalau tak
kembali ke rumah. “maka
rayulah untuk melupakan
semua perjalanan.”

 

BIOGRAFI INI KUTULIS
BUKAN UNTUKKU

biografi ini kutulis bukan untukku
namun bagimu yang sesudahku
tiada yang akan membaca. sebuah
tulisan, barangkali banyak tak
sesuai dengan perjalananku

bukankah aku menulis untukmu?

kau boleh membaca setelah kelak
kubuka tanpa bisa kukunci
ia telanjang sebagai biografi
kau masuk-keluar tanpa tersasar

aku menulis bukan untuk kubaca

tapi bagimu yang datang kemudian
atau sebagai kawankawan
yang mau semayam di dalam diriku
: ingin mengenang masa lalu

biografi yang menunggu…

 

 

Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di pelbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.

Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020)

Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi, Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu (2021), Tersebutlah Kisah Perempuan yang Menyingkap Langit (Teras Budaya, 2021), dan Buku Tipis untuk Kematian (basabasi, 2021)

Related posts

Leave a Comment

15 + four =